Sabtu, 26 September 2015

Puasa Tarwiyah & Puasa Arafah

 PUASA TARWIYAH & PUASA ARAFAH


Beberapa keistimewaan di bulan Dzulhijjah, terdapat beberapa ibadah yang nanti akan saya ketengahkan yaitu Puasa  sunah untuk bulan Dzulhijjah,  dilaksanakan 2 hari  yaitu tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah sebelum tanggal 10 Dzulhijjah (Idul Adha). Di antara keutamaannya :
1. Puasa Tarwiyah dapat menghapus dosa satu tahun yang telah terlewati.
2. Sedangkan puasa hari 'Arafah dapat menghapus dosa dua tahun (1 tahun lalu dan 1 tahun yang akan datang).

Tanggal 8 Dzulhijah dinamakan puasa Tarwiyah dan tanggal 9 Dzulhijah dinamakan puasa Arafah. Puasa  Arafah  tanggal adalah hari di mana  jama'ah haji melakukan wukuf di padang Arafah. Berikutnya Puasa Tarwiyah yaitu puasa yang pelaksanaannya dilakukan sebelum wukuf dilaksankan. Antara puasa arafah dan tarwiyah itu seorang ulama bernama Imam Dailami telah meriwayatkan hadis yang bersumber dari Rasululah SAW., beliau  bersabda, "Puasa pada hari Tarwiyah menghapuskan (dosa) satu tahun, dan puasa hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun." Hadis yang diriwayatkan oleh Dailami ini menurut sebagian ahli hadis mengatakan "Dloif" kendati demikian ulama' sepakat bahwa ini adalah merupakan ibadah yang mendatangkan sisi positif, tentu  disebut juga amal yang mengikuti dasar dari hadis Nabi saw. yang lain yaitu  termasuk di dalam puasa 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Berdasarkan hadis shahih dari Siti Hafshah r.a. ia berkata, "ada empat macam yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah Saw.: Puasa Asyura (10 Muharram), puasa 10 hari (di bulan Dzulhijjah), puasa 3 hari pada setiap bulan dan  salat dua rakaat sebelum salat subuh.”

PUASA TARWIYAH

Tarwiyah berkaitan erat dengan peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim AS yang bermimpi diperintah Allah untuk menyembelih putranya, Nabi IsmailAS.Pada hari itu, hari ke-8 bulan Dzulhijjah, ia merenung dan berpikir (rawwa-yurawwi-tarwiyah) tentang takwil mimpi menyembelih putra kesayangannya sendiri. Pada hari ke-9, ia mendapati takwil mimpi yang membuatnya tahu (‘arafa) akan makna mimpi tersebut, sehingga disebut dengan Hari Arafah. Sedangkan pada hari ke-10, ia melaksanakan perintah dalam mimpi itu, yakni menyembelih (nahara) putranya, sehingga disebut hari Nahr.
Adajuga pendapat yang mengatakan, dinamakan hari Tarwiyah karena pada hari itu orang-orang mengenyangkan diri dengan minum air (rawiya, irtawa) untuk persiapan ibadah selanjutnya.
 Sementara puasa Tarwiyah dilaksanakan pada hari Tarwiyah yakni pada tanggal 8 Dzulhijjah. Ini didasarkan pada satu redaksi hadits yang artinya bahwa Puasa pada hari Tarwiyah menghapuskan dosa satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun. Dikatakan hadits ini dloif (kurang kuat riwayatnya) namun para ulama memperbolehkan mengamalkan hadits yang dloif sekalipun sebatas hadits itu diamalkan dalam kerangka fadla’ilul a’mal (untuk memperoleh keutamaan), dan hadits yang dimaksud tidak berkaitan dengan masalah aqidah dan hukum.
 Memang tidak ada satu hadits shahih pun yang jelas dan tegas menyatakan sunnahnya berpuasa pada hari Tarwiyah. Namun perlu kita ketahui, banyak fuqaha yang memfatwakan bahwa puasa pada hari Tarwiyah itu hukumnya sunnah atau sebagai fadhilah, berdasarkan dua alasan.
Pertama, atas dasar ihtiyath (berhati-hati) dan cermat dalam mengupayakan mendapat fadhilah puasa Arafah yang begitu besar. Bahkan Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya Fath al-Mu’in berkata, puasa ini termasuk sunnah mu’akkadah.
Kedua, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits tentang keutamaan sepuluh hari bulan Dzulhijjah di sisi Allah SWT, yang Tarwiyah dan Arafah juga berada di dalamnya. Ibnu Abbas r.a meriwayatkan Rasulullah s.a.w bersabda:

ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام يعني أيام العشر قالوا: يا رسول الله! ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك شيء
Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah SWT, dari pada perbuatan baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya : Ya Rasulullah! walaupun jihad di jalan Allah? Sabda Rasulullah: Walau jihad pada jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian tidak kembali selama-lamanya (menjadi syahid). (HR Bukhari)
 NIAT PUASA TARWIYAH;
نويت صوم ترويه سنة لله تعالى

Ejaan: Nawaitu Sauma Tarwiyata Sunnatal Lillahi Ta'ala
artinya: “Saya niat puasa Tarwiyah, sunnah karena Allah ta’ala.”

PUASA ARAFAH

Puasa Arafah adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada hari Arafah yakni tanggal 9 bulan Dzulhijah pada kalender Islam Qamariyah/Hijriyah. Puasa ini sangat dianjurkan bagi kaum Muslimin yang tidak menjalankan ibadah haji.
 Kesunnahan puasa Arafah tidak didasarkan adanya wukuf di Arafah oleh jamaah haji, tetapi karena datangnya hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah. Maka bisa jadi hari Arafah di Indonesia tidak sama dengan di Saudi Arabia yang hanya berlainan waktu 4-5 jam. Ini tentu berbeda dengan kelompok umat Islam yang menghendaki adanya ‘rukyat global’, atau kelompok yang ingin mendirikan khilafah islamiyah, dimana penanggalan Islam disamaratakan seluruh dunia, dan Saudi Arabia menjadi acuan utamanya.
 Keinginan menyamaratakan penanggalan Islam itu sangat bagus dalam rangka menyatukan hari raya umat Islam, namun menurut ahli falak, keinginan ini tidak sesuai dengan kehendak alam atau prinsip-prinsip keilmuan. Rukyatul hilal atau observasi bulan sabit yang dilakukan untuk menentukan awal bulan Qamariyah atau Hijriyah berlaku secara nasional, yakni rukyat yang diselenggarakan di dalam negeri masing-masing dan berlaku satu wilayah hukum. Ini juga berdasarkan petunjuk Nabi Muhammad SAW sendiri. (Lebih lanjut tentang hal ini silakan klik di rubrik Syari’ah dan Iptek)
 Penentuan hari arafah itu juga ditegaskan dalam Bahtsul Masa’il Diniyah Maudluiyyah pada Muktamar Nahdlatul Ulama XXX di Pondok Pesantren Lirboyo, akhir 1999. Ditegaskan bahwa yaumu arafah atau hari Arafah yaitu tanggal 9 Dzulhijjah berdasarkan kalender negara setempat yang berdasarkan pada rukyatul hilal.
 Adapun tentang fadhilah atau keutamaan berpuasa hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah didasarkan pada hadits berikut ini:

صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً وَمُسْتَقْبَلَةً وَصَوْمُ عَاشُوْرَاَء يُكَفِّرُ سَنَةً مَاضِيَةً
Puasa hari Arafah menebus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang dan puasa Asyura (10 Muharram) menebus dosa setahun yang telah lewat. (HR Ahmad, Muslim dan Abu Daud dari Abi Qotadah)
 Para ulama menambahkan adanya kesunnahan puasa Tarwiyah yang dilaksanakan pada hari Tarwiyah, yakni pada tanggal 8 Dzulhijjah. Ini didasarkan pada satu redaksi hadits lain, bahwa Puasa pada hari Tarwiyah menghapuskan dosa satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun. Dikatakan bahwa hadits ini dloif (tidak kuat riwayatnya) namun para ulama memperbolehkan mengamalkan hadits yang dloif sekalipun sebatas hadits itu diamalkan dalam kerangka fadla'ilul a’mal (untuk memperoleh keutamaan), dan hadits yang dimaksud tidak berkaitan dengan masalah aqidah dan hukum.
 Selain itu, memang pada hari-hari pada sepersepuluh bulan Dzulhijjah adalah hari-hari yang istimewa untuk menjalankan ibadah seperti puasa. Abnu Abbas RA meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda:

مَا مِنْ أيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهَا أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِيْ أَياَّمُ اْلعُشْرِ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ! وَلَا الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ؟ قَالَ: وَلَا الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهُ فَلَمْ يَرْجِعُ مِنْ ذَلِكَ شَيْءٌ
Diriwayatkan Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah SWT, dari pada perbuatan baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya: Ya Rasulallah, walaupun jihad di jalan Allah? Rasulullah bersabda: Walau jihad pada jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian tidak kembali selama-lamanya atau menjadi syahid. (HR Bukhari)
 Puasa Arafah dan Tarwiyah sangat dianjurkan bagi yang tidak menjalankan ibadah haji di tanah suci. Adapun teknis pelaksanaannya mirip dengan puasa Ramadhan.
 Bagi kaum Muslimin yang mempunyai tanggungan puasa Ramadhan juga disarankan untuk mengerjakannya pada hari Arafah ini, atau hari-hari lain yang disunnahkan untuk berpuasa. Maka ia akan mendapatkan dua pahala sekaligus, yakni pahala puasa wajib (qadha puasa Ramadhan) dan pahala puasa sunnah. Demikian ini seperti pernah dibahas dalam Muktamar NU X di Surakarta tahun 1935, dengan mengutip fatwa dari kitab Fatawa al-Kubra pada bab tentang puasa:

يُعْلَمُ أَنَّ اْلأَفْضَلَ لِمُرِيْدِ التََطَوُّعِ أَنْ يَنْوِيَ اْلوَاجِبَ إِنْ كَانَ عَلَيْهِ وَإِلَّا فَالتَّطَوُّعِ لِيَحْصُلَ لَهُ مَا عَلَيْهِ
Diketahui bahwa bagi orang yang ingin berniat puasa sunnah, lebih baik ia juga berniat melakukan puasa wajib jika memang ia mempunyai tanggungan puasa, tapi jika ia tidak mempunyai tanggungan (atau jika ia ragu-ragu apakah punya tanggungan atau tidak) ia cukup berniat puasa sunnah saja, maka ia akan memperoleh apa yang diniatkannya.
NIAT PUASA ARAFAH;
نويت صوم عرفة سنة لله تعالى

Ejaan: Nawaitu Sauma 'Arafata Sunnatal Lillahi Ta'ala
Artinya:“Saya niat puasa Arafah , sunnah karena Allah ta’ala.”

Puasa Syawal

PUASA SYAWAL


Puasa syawwal adalah puasa yang dikerjakan sesudah hari raya Idul Fitri sebanyak 6 hari. Puasa pada hari itu hukumnya sunat berdasarkan hadits Abu Ayyub Al-Anshari r.a., ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadlan kemudian diiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, maka seolah-olah ia berpuasa sepanjang masa.” [1].
Salah satu dari pintu-pintu kebaikan adalah melakukan puasa. Rasulullah saw.  bersabda:
أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ؟ الصَّوْمُ جُنَّةٌ
“Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai, …”[2].
Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka. Rasulullah saw. juga bersabda dalam hadits Qudsi:
وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
“Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.”[3].
Oleh karena itu, untuk mendapatkan kecintaan Allah ta’ala, maka lakukanlah puasa sunnah setelah melakukan yang wajib. Di antara puasa sunnah yang Nabi saw. anjurkan setelah melakukan puasa wajib (puasa Ramadhan) adalah puasa enam hari di bulan Syawal. 
1. Waktu Puasa Syawal
  • Kebolehan dan keutamaannya. Tata cara pelaksanaannya yang paling afdhal adalah setelah hari raya, lalu mengerjakan puasa (mulai tanggal 2 syawwal) selama 6 hari secara terus menerus. Meski begitu, puasa syawal boleh dikerjakan tidak langsung setelah hari raya selama masih dikerjakan dibulan syawal, begitu juga diperbolehkan mengerjakannya terpisah-pisah, tidak terus menerus. Wallahu a’lam
  • Keutamaan berturut-turut. Imam Nawawi dalam Syarh Muslim, 8/56 mengatakan, “Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan bahwa paling afdhal (utama) melakukan puasa syawal secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri. Namun jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.” 
  • Jika syawal  sudah habis. Boleh saja seseorang berpuasa syawal tiga hari setelah Idul Fithri misalnya, baik secara berturut-turut atau pun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Namun, apabila seseorang berpuasa syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan maka dia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa syawal.
  • Bagi yang berudzur. Catatan: Apabila seseorang memiliki udzur (halangan) seperti sakit, dalam keadaan nifas, sebagai musafir, sehingga tidak berpuasa enam hari di bulan syawal, maka boleh orang seperti ini meng-qadha’ (mengganti) puasa syawal tersebut di bulan Dzulqa’dah. Hal ini tidaklah mengapa.[4]. 

2. Pahala Puasa Syawal
Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ  مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَ
“Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal].” [5],
Orang yang melakukan satu kebaikan akan mendapatkan sepuluh kebaikan yang semisal. Puasa ramadhan adalah selama sebulan berarti akan semisal dengan puasa 10 bulan. Puasa syawal adalah enam hari berarti akan semisal dengan 60 hari yang sama dengan 2 bulan. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan syawal akan mendapatkan puasa seperti setahun penuh.[6].

3. Hikmah / Manfaat Puasa Syawal
  1. Penggenap pahala puasa setahun. Merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh sebagiamana disebutkan dalam hadits Tsauban di atas.
  2. Penyempurna puasa wajib. Bagaikan shalat sunnah rawathib, berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidak sempurnaan, maka hal itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya.
  3. Indikator diterimanya pahala Ramadhan. Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila Allah Ta'ala menerima amal seorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang bijak mengatakan: "Pahala'amal kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya." Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama. Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama.
  4. Melanggengkan maghfirah (ampunan). Orang yang berpuasa Ramadhan akan mendapatkan pahalanya pada hari Raya'ldul Fitri yang merupakan hari pembagian hadiah, maka membiasakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari pengampunan dosa-dosa. Oleh karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa syukur seorang hamba atas pertolongan dan ampunan yang telah dianugerahkan kepadanya adalah dengan berpuasa setelah Ramadhan. Tetapi jika ia malah menggantinya dengan perbuatan maksiat maka ia termasuk kelompok orang yang membalas kenikmatan dengan kekufuran. Allah Ta'ala berfirman: "Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali "(An-Nahl: 92).
  5. Bersambungnya amalan. Dan di antara manfaat puasa enam hari bulan Syawal adalah amal-amal yang dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya pada bulan Ramadhan tidak terputus dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia masih hidup. Orang yang setelah Ramadhan berpuasa bagaikan orang yang cepat-cepat kembali dari pelariannya, yakni orang yang baru lari dari peperangan fi sabilillah lantas kembali lagi. Sebab tidak sedikit manusia yang berbahagia dengan berlalunya Ramadhan sebab mereka merasa berat, jenuh dan lama berpuasa Ramadhan. Barangsiapa merasa demikian maka sulit baginya untuk bersegera kembali melaksanakan puasa, padahal orang yang bersegera kembali melaksanakan puasa setelah 'Idul Fitri merupakan bukti kecintaannya terhadap ibadah puasa, ia tidak merasa bosan dan berat apalagi benci.  Allah Ta'ala berfirman : "Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) " (Al-Hijr: 99). Dan perlu diingat pula bahwa shalat-shalat dan puasa sunnah serta sedekah yang dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala pada bulan Ramadhan adalah disyari'atkan sepanjang tahun, karena hal itu mengandung berbagai macam manfaat, di antaranya; ia sebagai pelengkap dari kekurangan yang terdapat pada fardhu, merupakan salah satu faktor yang mendatangkan mahabbah (kecintaan) Allah kepada hamba-Nya, sebab terkabulnya doa, demikian pula sebagai sebab dihapusnya dosa dan dilipatgandakannya pahala kebaikan dan ditinggikannya kedudukan.

Bacaan Doa Niat Puasa Syawal

Setiap melakukan perbuatan yang baik harus didahului dengan niat. Niat dapat dilafadzkan secara lisan atau dalam hati. Seperti halnya dengan Berpuasa Syawal, harus didahului denga niat. Berikut bacaan doa niat Puasa Syawal... 

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ ِستَةٍ ِمنْ شَوَالٍ سُنَةً ِللَه تَعَالَي  
  • Bacaan Doa Niat Puasa Syawal: "Nawaitu Somaghodin A'nsitatimmingsyawa lin sunatalillahi ta'ala".
  • Artinya: "Saya niat berpuasa Sunnah enam hari di bulan Syawal karena Allah ta'ala

Semoga bermanfaat.
                      ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ                                “Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”






Selasa, 15 September 2015

Puasa Rajab

PUASA RAJAB

Bulan Rajab adalah salah bulan Haram (suci) sebagaimana Firman Allah Ta’ala terkait dengannya:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ  (سورة التوبة: 36)
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang  lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At-Taubah: 36)
Bulan-bulan Haram adalah Rajab, Dzulqaidah, Dzulhijjah dan Muharram.
Diriwayatkan oleh Bukhari, 4662 dan Muslim, 1679 dari Abu Bakrah radhiallahu anhu dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا , مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ , ثَلاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ : ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ , وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Setahun itu ada dua belas bulan, diantaranya (ada) empat bulan Haram, tiga (bulan) berurutan, Dzulqaidah, Dzulhijjah dan Muharam serta Rajab Mudhar yang terdapat di antara (bulan) Jumadi Tsani dan Sya’ban.”
Bulan-bulan ini dinamakan bulan haram karena dua hal;
1.      Karena pada bulan-bulan ini diharamkan berperang, kecuali musuh memulai (perang).
2.      Sebagai penghormatan. Maksudnya jika ada perbuatan yang haram dilanggar, maka pada bulan-bulan ini bobotnya lebih berat dibandingkan pada bulan-bulan lainnya.

Oleh karena itu, Allah Ta’ala memperingatkan agar tidak terjerumus dalam kemaksiatan pada bulan-bulan ini, berdasarkan firmanNya: “Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” QS. At-Taubah: 36, meskipun melakukan kemaksiatan diharamkan dan dilarang pada bulan-bulan ini dan lainnya, akan tetapi pada bulan-bulan ini sangat diharamkan.
As-Sya’di rahimahullah berkata (dalam tafsirnya) pada hal. 373: “Firman Allah;
‘فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
" Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu."
Ada kemungkinan dhamir (kata ganti pada ayat tersebut) kembali kepada dua belas bulan. Dengan demikian, Allah menjelaskan bahwa bulan-bulan tersebut telah ditetapkan ketentuannya  bagi para hamba-Nya, agar mereka meramaikannya dengan ketaatan (kepadaNya) seraya bersyukur kepada Allah atas karunia yang Dia berikan kepadanya serta mengarahkannya untuk kebaikan para hamba dan agar tidak  melakukan perbuatan aniaya terhadap diri sendiri di dalamnya.
Ada kemungkinan dhamir (kata ganti pada ayat tersebut) kembali kepada empat bulan Haram. Ini berarati merupakan larangan khusus bagi mereka untuk berbuat zalim pada bulan-bulan itu, meskipun larangan berbuat zalim berlaku bagi setiap waktu.  Karena bobot keharamannya (di bulan haram) bertambah dan karena kezaliman pada (bulan-bulan haram) lebih berat dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya.”
Kedua,
Adapun puasa pada bulan Rajab, tidak ada ketetapan dari hadits yang shahih tentang keutamaan puasa dengan cara khusus atau suatu puasa apapun. Maka, apa yang dilakukan sebagian orang dengan mengkhususkan beberapa hari di (bulan rajab) dengan berpuasa seraya meyakini keutamaannya dibandingkan dengan (bulan-bulan) lain, adalah tidak ada asalnya dalam agama.
Memang ada sabda dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam yang menunjukkan dianjurkan berpuasa di bulan-bulan Haram (dan Rajab termasuk bulan Haram), sebagaimana Beliau sallallahu alaihi wa sallam bersabada:
صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ  (رواه أبو داود ، رقم 2428 وضعفه الألباني في ضعيف أبي داود)
“Berpuasalah di (bulan-bulan) Haram dan tinggalkanlah.”  (HR. Abu Daud, 2428 dan dilemahkan  oleh  Al-Bany dalam kitab Dhaif Abu Daud)
Hadits ini –kalaupun shahih- menunjukkan dianjurkannya berpuasa pada bulan-bulan Haram. Maka, barangsiapa berpuasa di bulan Rajab ini, lalu dia juga berpuasa di bulan-bulan Haram lainnya, maka  hal itu tidak mengapa. Sedangkan jika dikhusukan berpuasa pada bulan Rajab, maka tidak (dibolehkan).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam ‘Majmu’ Fatawa, 25/290: “Adapun  berpuasa di Bulan Rajab secara khusus, semua haditsnya adalah lemah, bahkan palsu. Sedikitpun tidak dijadikan landasan oleh para ulama. Dan juga bukan kategori hadits lemah yang dapat diriwayatkan dalam bab   amalan utama (fadha'ilul a'mal). Mayoritasnya adalah hadits-hadits palsu dan dusta. Terkait riwayat yang terdapat dalam Musnad dan (kitab hadits) lainnya dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, bahwa  beliau memerintahkan untuk berpuasa pada bulan-bulan Haram yaitu Rajab, Dzulqaidah, Dzulhijjah dan Muharram, yang dimaksud adalah anjuran berpuasa pada empat bulan semunya, bukan khusus Rajab.”
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Semua hadits yang menyebutkan puasa Rajab dan shalat pada sebagian malamnya adalah kebohongan yang diada-adakan.” (Al-Manar Al-Munif, hal. 96)
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam kitab Tabyinul Ujab, hal. 11: “Tidak ada hadits shahih yang layak dijadikan hujjah tentang keutamaan bulan Rajab, tidak juga dalam puasanya atau puasa tertentu , begitu juga (tidak ada) qiyamullail tertentu di dalamnya."
Syekh Sayyid Sabiq rahimahullah berkata dalam kitab Fiqih Sunnah, 1/383: “Puasa Rajab tidak ada keutamaan tambahan dibandingkan dengan (bulan-bulan) lainnya. Hanya saja ia termasuk bulan Haram. Tidak ada dalam sunnah yang shahih bahwa berpuasa mempunyai keutamaan khusus. Adapun (hadits) yang ada tentang hal itu, tidak dapat dijadikan hujjah.”
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya tentang puasa dan qiyam pada malanya di hari kedua puluh tujuh di bulan Rajab, maka beliau menjawab:  ”Puasa dan qiyam pada malam di hari kedua puluh tujuh di bulan Rajab  serta mengkhususkan untuk itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (Majmu  Fatawa Ibnu Utsaimin, 20/440)

Keistimewaan Puasa Rajab 

Hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) itu cukup menjadi hujjah atau landasan mengenai keutamaan puasa di bulan Rajab.
Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda "Puasalah pada bulan-bulan haram." (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya adalah riwayat al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): "Usamah berkata pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban. Rasul menjawab: 'Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.'"
Menurut as-Syaukani dalam Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, "Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang" itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya.
Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Bahkan berpuasa di dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda : “Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).
Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumid-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur al-fadhilah di samping dzulhijjah, muharram dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum di samping dzulqa’dah, dzul hijjah, dan muharram.
Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram yaitu dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan muharram. Di antara keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan al-muharram, kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama setelah al-Muharram adalah Rajab.
Terkait hukum puasa dan ibadah pada Rajab, Imam Al-Nawawi menyatakan, telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasul SAW menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim).

Keistimewaan Bulan Rajab

Berikut beberapa hadis yang menerangkan keutamaan dan kekhususan puasa bulan Rajab:
  1. Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah SAW memasuki bulan Rajab beliau berdo’a:“Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik).
  2. "Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari, maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu surga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan."
  3. Riwayat al-Thabarani dari Sa'id bin Rasyid: “Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia laksana berpuasa setahun, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari, Allah akan mengabulkan semua permintaannya....."
  4. "Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut".
  5. Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Rajab itu bulannya Allah, Sya'ban bulanku, dan Ramadan bulannya umatku."
  6. Sabda Rasulullah SAW lagi : “Pada malam mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?”Maka berkata Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”.

Inilah tata cara puasa pada bulan Rajab :

1. Kapan untuk lakukan memulai berpuasa?
Puasa pada bulan Rajab sendiri tak ditentukan soal tanggalnya, yang paling penting ialah sudah masuk pada bulan Rajab. Apabila ingin memperoleh pahala yang lebih, Anda dapat mulai berpuasa sekitar tanggal 1 Rajab. Banyak yang mengatakan, apabila puasa pada 1 Rajab tersebut, akan menghapuskan dosa selama 3 tahun lamanya.
2. Niat puasa pada waktu makan sahur, Inilah niat puasa Rajab
Niat-Puasa-rajab
Niat-Puasa-rajab
3. Menjauhi Semua hal yang dapat membatalkan puasa
Supaya puasa pada bulan Rajab lebih sempurna, maka Anda harus bisa menjauh dan menahan atas segala hal yang dapat membatalkan puasa Anda. Mulai dari makan dan minum, dan harus bisa menahan hawa nafsu. Terhitung semenjak terbitnya matahari sampai terbenam matahari.
4. Berbuka puasa
Apabila waktu Maghrib datang, itu pertanda jika Anda boleh untuk membatalkan puasa atau biasa dikenal dengan berbuka puasa. Utamakanlah untuk menyantap makanan manis terlebih dahulu.
Itulah sedikit penjelasan singkat tentang Hukum dan Tata Cara Puasa Rajab, semoga segala puasa pada bulan Rajab tahun 2015 sekarang ini, dapat menjadi tambahan pahala semua umat muslim yang menjalankannya. Amiin.